Postingan

Discotheque in Semarang and It’s Social Consequences, 1970-1998

Gambar
A. Introduction In general, the Indonesian music during the reign of President Sukarno (1945-1966) did not have much variation and so good development. This is due to the influence of political manifestations declared by President Sukarno in 1959 and the issuance of Presidential Decree (Presidential Decree) No. 11 of 1963 concerning Eradication of Subversion Activities. After Soekarno collapsed, an attitude of openness towards foreign culture began to be carried out by the New Order government (Mulyadi, 2009). This openness then also influences changes in the interests of art and culture. The trend of disco music and other Western music goes hand in hand with the loosening of government policies towards the consumption of Western culture.  This policy apparently also influenced Semarang as the capital of Central Java. The Semarang’s region which is a crossing area between two metropolitan cities namely Jakarta and Surabaya is very easy to accept the changes that occur, both

SHINTA, DISKOTEK PERTAMA DI SEMARANG

Gambar
Kota besar merupakan wilayah yang cepat menerima informasi baru dan hal ini menyebabkan lebih mudahnya masyarakat terpengaruh oleh budaya-budaya baru. Salah satu fungsi dari tempat hiburan malam adalah sebagai sarana untuk mengindentifikasi diri dan sarana mencari jati diri dengan mencari pergaulan baru. Kebutuhan akan hiburan adalah sebuah hal yang lumrah dimiliki oleh manusia, apalagi di tengah kepenatan kerja dan tingkat stres yang begitu tinggi. Oleh karena itu, kegiatan mencari kesenangan lewat hiburan adalah obat yang efektif untuk melepaskan kepenatan setelah melakukan aktvitas kerja. Kemunculan tren disko yang begitu pesat di Jakarta pada 1970-an turut mempengaruhi kota-kota besar lainnya termasuk kota Semarang. Sebagai ibu kota Provinsi Jawa Tengah dan pusat perekonomian, Semarang menjadi mudah tertular dengan perkembangan tren disko, tidak pelak para pelaku kegiatan bisnis hiburan kemudian membidik potensi ini dengan membangun fasilitas-fasilitas disko seperti Discobar

Suku Laut di Kepulauan Riau: Khasanah Budaya Kemaritiman Indonesia

Gambar
Oleh: Petra Wahyu Utama Maritim merupakan jambatan budaya yang berperan sebagai pembina sebuah peradaban. Hubungan antar suku bangsa di wilayah Kepulauan Riau yang telah terjalin sejak lama menghantarkan mereka kepada Tamadun Alam Melayu yang unik yang berciri khas kabaharian. Menurut Tenas Effendy (2006), ketamadunan masyarakat Melayu dituangkan lewat buku Tunjuk Ajar Melayu yang digunakan sebagai pedoman mereka dalam mendidik anak-anaknya, didalamnya terdapat bagian yang berbunyi, “Anakku duduk memangku negeri, baik-baik memeliharakan diri, jangan diubah adat yang bahari, supaya ramai dagang santri”. Ini membuktikan bahwa laut menjadi bagian yang sangat penting dalam upaya mempertahankan eksistensi kebudayaan Melayu itu sendiri. Suku Laut merupakan sebutan untuk menunjukkan orang yang pada hakekatnya bertempat tinggal dan memiliki habitasi di laut. Suku Laut memiliki beberapa nama lain seperti Suku Pengembara dan Orang Sampan, mereka hidup berkelompok-kelompok sehingga memb