Eksistensi Bangunan Cagar budaya


Saat ini bangunan-bangunan kuno di Indonesia menjadi sasaran utama dalam pengembangan fisik bangunannya. Cepat atau lambat, aset historis dan budaya yang dipunyai oleh bangunan-bangunan kuno yang ada di Indonesia akan tergeser oleh kepentingan ekonomi dan jasa konstruksi. Wajah fisik bangunan kuno akan berganti dengan bangunan baru dan megah, dengan struktur monumental sebagai lambing modernisasi yang dijadikan solusi dalam menghilangkan kenangan masa lalu. Di sini pembangunan kota dapat diartikan sebagai penghancuran brutal atas bangunan-bangunan kuno serta kawasan bersejarahnya.

Dari beberapa bangunan kuno di Kota Semarang tersebut, banyak yang telah dialihfungsikan seperti yang terjadi pada bangunanbangunan kuno bersejarah di kawasan Kota Lama. Selain itu tidak sedikit bangunan tersebut dialihwujudkan (dibongkar atau dirubah baik sebagian maupun seluruhnya) secara sembarangan karena seringkali dialihfungsikan. Dalam kerangka pelestarian benda cagar budaya khususnya bangunan kuno/ bersejarah semata-mata bukan hanya keindahan dari seni atau nilai arsitektur bangunannya saja tetapi yang juga nilai historis atau informasi yang terkandung di dalamnya karena bangunan-bangunan tersebut merupakan penghubung masa lalu dan saat ini yang dapat memberikan informasi yang penting tentang masa lalu bagi masyarakat saat ini. benda cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa yang penting artinya bagi pemahaman dan pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan sehingga perlu dilindungi dan dilestarikan demi pemupukan kesadaran jati diri bangsa dan kepentingan nasional.

Terbentuknya Undang-Undang No 5 tahun 1992 Tentang Perlindungan Benda Cagar Budaya merupakan bentuk kesanggupan Pemerintah untuk menjaga kelestarian bangunan bersejarah peninggalan masa lampau yang berada pada suatu wilayah. Dalam hal ini Perangkat Daerah Kota Semarang berkewajiban  mengelola, mengembangkan dan mengoptimalisasikan potensi benda cagar budaya yang meliputi perencanaan, pengawasan dan pengendalian kawasan. Undang-Undang No 5 tahun 1992 berfungsi sebagai alat pengendali pertumbuhan kota, dengan adanya undang-undang ini lonjakan pembangunan kota dapat dikontrol dan diselaraskan dengan bangunan-bangunan bersejarah yang telah berdiri sebelumnya.

Namun pada kenyataannya, sejumlah bangunan cagar budaya di Kota Semarang saat ini hancur, hilang, berganti baru dan sebagian lainnya ditelantarkan begitu saja. Beberapa Faktor yang menjadi penyebab tidak konsekuennya pelaksanaan Undang-Undang No 5 tahun 1992 tentang perlindungan Benda Cagar Budaya yaitu :
  • Sejak dibentuknya Undang-Undang ini pada tahun 1992 dan SK Walikota Semarang Nomor 464/50/1992 tentang Konservasi Bangunan-bangunan Kuno/Bersejarah. Pemerintah Kota Semarang kurang aktif dalam komunikasi dan penyampaian informasi tentang peraturan bangunan cagar budaya kepada pemilik bangunan dan pengguna bangunan. Sehingga kesadaran masyarakat terhadap potensi Benda Cagar Budaya bagi perkembangan Sejarah kota Semarang sangatlah kurang. Minimnya pengetahuan akan perlindungan Benda Cagar Budaya menyebakan pelaksanaan perlindungan dan pelestarian bangunan kuno tidak berjalan efektif, perlindungan terhadap bangunan warisan budaya khususnya bangunan kuno bersejarah belum menjadi kesadaran luas di masyarakat.
  • Besarnya pengaruh kepentingan Pemerintah Kota Semarang terhadap pertumbuhan kota yang berimbas pada implementasi kebijakan dan pelaksanaan perlindungan benda cagar budaya. Percepatan pembangunan kota yang berbasis ekonomi justru menjadi ancaman bagi kelangsungan bangunan Benda Cagar Budaya di Semarang. Bangunan lama yang tidak mampu menunjang dari segi ekonomi, dihancurkan dan diganti dengan pusat perbelanjaan atau tempat hiburan yang secara ekonomi lebih mampu memberikan surplus bagi pendapatan Pemerintah Kota Semarang.
  • Faktor alam seperti suhu, kelembaban, hujan, panas matahari, bencana alam, aktivitas manusia, hewan dan  bahan yang dapat mengalami pelapukan mengancam kerusakan benda cagar budaya. Sebagai contoh adalah bangunan kuno yang terletak di Kawasan Kota Lama Semarang, naiknya air laut menuju ke darat yang sering dikenal dengan Air Rob” ini mengancam kelangsungan bangunan-bangunan yang berdiri pada kawasan tersebut. Air Rob ini mengakibatkan terjadinya pengeroposan dan pelapukan pada bangunan kuno yang berada disebagian besar wilayah Kota Lama. Untuk mengatasi hal tersebut, diperlukan upaya yang disebut dengan konservasi yang meliputi preservasi, rekonstruksi, rehabilitasi, dan revitalisasi. Penanganan bangunan kuno dapat dikatakan sepetti merawat orang yang telah lanjut usia, maka dari itu diperlukan ketelitian dan kecermatan dalam merawat bangunan tersebut.

Proses Pelestarian Benda Cagar Budaya perlu perhatian ekstra dari Pemerintah Kota Semarang, perlu ditumbuhkan keperdulian pada masyarakat terhadap keberadaan bangunan cagar budaya yang memiliki nilai-nilai sejarah. Untuk mengurangi kesulitan akan hal ini, Pemerintah dapat merangkul organisasi diluar pemerintah seperti IAI, DP2K, dan LSM yang berkompeten dalam Pelestarian Bangunan Benda Cagar Budaya seperti RMIT dan Yakoma serta individu pecinta benda cagar budaya untuk bersama-sama menumbuhkan keperdulian akan pentingnya Bangunan Benda Cagar Budaya bagi perkembangan dan sejarah Kota Semarang.

Berdasarkan pemahaman tentang isi peraturan hukum pada Undang-Undang No 5 tahun 1992 Tentang Perlindungan Benda Cagar Budaya maka pada dasarnya suatu konsep alih fungsi terhadap bangunan kuno bersejarah. Konsep alih fungsi ini bukanlah penghancuran terhadap bangunan kuno kemudian diganti dengan bangunan baru yang lebih megah, melainkan alih fungsi berdasarkan kaidah-kaidah konservasi atau pelestarian yang benar. Konservasi bangunan kuno bergantung pada aspek originalitas atau keaslian yang harus dipertahankan terhadap bangunan fisiknya. Untuk mengoptimalkan upaya konservasi tersebut maka Pemerintah Kota Semarang harus meningkatkan kinerja instansi terkait yaitu BAPPEDA, DTKP, dan Disparta dalam merancanakan sebuah kota yang harmonis, berbudaya dan mampu menarik khalayak umum untuk datang ke Kota Semarang.

Perjalanan panjang sejarah pelaksanaan Undang-Undang No 5 tahun 1992 Tentang Perlindungan Benda Cagar Budaya di Kota Semarang yang penuh intrik ini hendaknya menjadi gambaran untuk proses perbaikan kedepan tentang pelestarian bangunan kuno yang telah ditetapkan menjadi bangunan benda cagar budaya. Diperlukan kerjasama dan koordinasi yang baik antara kelembagaan dan aparat pelaksana serta pihak-pihak yang terkait, kesadaran hukum dan ketegasan sangsi,  pemberdayaan bangunan-bangunan, serta melibatkan partisipasi masyarakat sedini mungkin dalam proses Perlindungan Benda Cagar Budaya di Kota Semarang.

Tulisan ini adalah kesimpulan dari Skripsi berjudul:
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PERLINDUNGAN BENDA CAGAR BUDAYA DI KOTA SEMARANG TAHUN 1992-2008 JURUSAN SEJARAH FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG TAHUN 2011

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Marxism : The Root of Comunism, HISTORY SUBJECT FOR DJUWITA SENIOR HIGHSCHOOL Tanjungpinang - Petra Wahyu Utama

Semarang dan Kisah Tentang Congyang

SHINTA, DISKOTEK PERTAMA DI SEMARANG